Rabu, 27 Oktober 2010

Sayap Cinta yang tak pernah Patah.

Dingin. Tak kurasakan aliran darah beredar dalam tubuhku. Hatiku sakit menerima akhir dari kenyataan yang sebenarnya. Pikiranku terus melayang mengingat seluruh rangkaian kejadian yang telah kualami. Tak kusangka, akhir dari semua ini membuat hatiku terasa teriris.
“Ya Allah, kenapa semuanya menjadi seperti ini? Berikanlah kepada hamba kekuatan untuk melewati semua ini dengan baik.”
Dengan lirih aku hanya dapat mengadu kepada Allah. Menyampaikan  segala gundah gulana di hatiku. Tapi, aku percaya. Ini adalah jalan terbaik yang telah kutempuh. Allah telah memberikan yang terbaik untukku. Tanpa sadar, kelenjar air mata di kelopak mata mulai merasakan impuls listrik dari rangsangan stimulus dari hatiku yang terdalam. Air mataku mulai mengucur deras menuruni bagian dagu wajahku. Sakit di hati membuat diriku terus terisak duduk sendiri di samping  jendela bus yang kunaiki menuju Bandung.

Rabu, 20 Oktober 2010

Empat Kejahatan Orang Tua Kepada Anak

Rasulullah saw. sangat penyayang terhadap anak-anak, baik terhadap keturunan beliau sendiri ataupun anak orang lain. Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah saw. mencium Hasan bin Ali dan didekatnya ada Al-Aqra’ bin Hayis At-Tamimi sedang duduk. Ia kemudian berkata, “Aku memiliki sepuluh orang anak dan tidak pernah aku mencium seorang pun dari mereka.” Rasulullah saw. segera memandang kepadanya dan berkata, “Man laa yarham laa yurham, barangsiapa yang tidak mengasihi, maka ia tidak akan dikasihi.” (HR. Bukhari di Kitab Adab, hadits nomor 5538).
Bahkan dalam shalat pun Rasulullah saw. tidak melarang anak-anak dekat dengan beliau. Hal ini kita dapat dari cerita Abi Qatadah, “Suatu ketika Rasulullah saw. mendatangi kami bersama Umamah binti Abil Ash –anak Zainab, putri Rasulullah saw.—Beliau meletakkannya di atas bahunya. Beliau kemudian shalat dan ketika rukuk, Beliau meletakkannya dan saat bangkit dari sujud, Beliau mengangkat kembali.” (HR. Muslim dalam Kitab Masajid wa Mawadhi’ush Shalah, hadits nomor 840).
Peristiwa itu bukan kejadian satu-satunya yang terekam dalam sejarah. Abdullah bin Syaddad juga meriwayatkan dari ayahnya bahwa, “Ketika waktu datang shalat Isya, Rasulullah saw. datang sambil membawa Hasan dan Husain. Beliau kemudian maju (sebagai imam) dan meletakkan cucunya. Beliau kemudian takbir untuk shalat. Ketika sujud, Beliau pun memanjangkan sujudnya. Ayahku berkata, ‘Saya kemudian mengangkat kepalaku dan melihat anak kecil itu berada di atas punggung Rasulullah saw. yang sedang bersujud. Saya kemudian sujud kembali.’ Setelah selesai shalat, orang-orang pun berkata, ‘Wahai Rasulullah, saat sedang sujud di antara dua sujudmu tadi, engkau melakukannya sangat lama, sehingga kami mengira telah terjadi sebuha peristiwa besar, atau telah turun wahyu kepadamu.’ Beliau kemudian berkata, ‘Semua yang engkau katakan itu tidak terjadi, tapi cucuku sedang bersenang-senang denganku, dan aku tidak suka menghentikannya sampai dia menyelesaikan keinginannya.” (HR. An-Nasai dalam Kitab At-Thathbiq, hadits nomor 1129).
Usamah bin Zaid ketika masih kecil punya kenangan manis dalam pangkuan Rasulullah saw. “Rasulullah saw. pernah mengambil dan mendudukkanku di atas pahanya, dan meletakkan Hasan di atas pahanya yang lain, kemudian memeluk kami berdua, dan berkata, ‘Ya Allah, kasihanilah keduanya, karena sesungguhnya aku mengasihi keduanya.’” (HR. Bukhari dalam Kitab Adab, hadits nomor 5544).

Ayah! Sholat Shubuh

Suatu hari seorang anak sedang belajar di sekolahnya, dia baru kelas 3 SD. Di salah satu pelajaran, seorang guru menjelaskan tentang shalat subuh dan dia menyimaknya dengan seksama. Mulailah gurunya berbicara tentang keutamaan dan pentingnya shalat subuh dengan cara yang menggugah, tersentuhlah anak didiknya yang masih kecil itu. Terpengaruhlah seorang anak kecil tadi oleh perkataan gurunya sementara ini dia belum pernah shalat subuh sebelumnya dan juga keluarganya.

Selasa, 19 Oktober 2010

Rahasia Hidayah

Hidayah artinya petunjuk. Dan Allah menurunkan Al Qur’an sebagai petunjuk, Allah berfirman di pembukaan surah Al Baqarah: dzaalikal kitaabu laa raiba fiih, hudal lilmuttaqiin ( inilah al kitab – Al Qur’an- yang tiada keraguan di dalamnya, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa). Dari ayat ini kita paham bahwa untuk mendapatkan hidayah Al Qur’an secara utuh, syaratnya harus bertaqwa. Bahwa banyak orang yang mengaku beriman  kepada Al Qur’an, tetapi belum mendapatkan hidayahnya. Bahwa tidak semua orang Islam patuh kepada tuntunan Al Qur’an. Perhatikan berapa banyak dari umat ini yang melanggar dengan sengaja apa yang diharamkan dalam Al Qur’an. Berapa banyak yang dengan tanpa merasa berdosa, mereka berani membuka aurat, berzina, korupsi, makan harta riba, padahal mereka secara ritual menegakkan shalat, pergi haji, dan melaksanakan puasa Ramadhan.

Rahasia Harta

Harta bukan simbol keberhasilan, karenanya banyak orang kaya raya justru gagal dalam hidupnya. Ia semakin menderita ketika di tangannya banyak harta. Pikirannya semakin terbebani sehingga seluruh pikiran dan perasaan tertuju ke sana. Dan sehebat apapun manusia mempertahankan hartanya ia pasti akan meninggalkannya. Tidak ada cerita bahwa orang-orang kaya tetap bertahan hidup selama hartanya masih ada. Bahkan sudah tak terhitung para raja dan para konglomerat yang meninggal dunia. Padahal istana mereka masih megah. Dan harta mereka masih banyak. Maka sungguh salah orang-orang yang mempunyai persepsi bahwa semakin banyak harta semakin berhasil. Semakin banyak harta semakin tinggi derajatnya. Perhatikan apa yang mereka alami justru di saat-saat mereka hidup nyaman? Sungguh banyak orang yang hidup di negara maju, dengan fasilitas kemewahan yang lengkap, malah justru mereka stress.  Banyak para artis justru menderita setelah memiliki harta yang banyak. Bukankah ini semua adalah bukti bahwa harta bukanlah simbol keberhasilan.

Jumat, 15 Oktober 2010

Orang yang Terakhir Keluar dari Neraka

Abu Hurairah telah menceritakan kepada Atha’ nin Yazid Al-Laitsi bahwa para sahabat telah bertanya kepada Rasululla saw., “Apakah engkau akan melihat Tuhan kami kelak pada hari kiamat?” Maka Rasulullah saw. balik bertanya, “Apakah kamu sekalian merasa kesulitan melihat bulan pada malam purnama?” Mereka menjawab, “Tidak.” Selanjutnya Rasulullah saw, bertanya lagi, “Apakah kalian merasa kesulitan melihat matahari yang tidak ada awan yang menghalangi?” Mereka menjawab, “Tidak.”
Mendengar jawaban itu, Rasulullah bersabda, “Seperti itulah kamu sekalian akan melihat-Nya.” Kemudian Rasulullah saw. meneruskan perkataaannya, “Pada hari kiamat nanti Allah akan mengumpulkan seluruh umat manusia, lalu Allah berfirman kepada mereka, ‘Hendaknya setiap orang mengikuti sesuatu yang disembahnya selama di dunia.’ Oleh karena itu, orang yang menyembah matahari mengikuti matahari, orang yang menyembah bulan mengikuti bulan, dan orang yang menyembah berhala mengikuti berhala. Sedangkan orang-orang munafik dari kalangan umat Muhammad tetap berdiri di tempat dan tidak bergerak sama sekali (karena yang disembah oleh mereka tidak jelas).

Perjalanan Rasulullah SAW ke Surga Bersama Dua Tamunya

Di suatu pagi hari, Rasulullah SAW bercerita kepada para sahabatnya, bahwa semalam beliau didatangi dua orang tamu. Dua tamu itu mengajak Rasulullah untuk pergi ke suatu negeri, dan Rasul menerima ajakan mereka. Akhirnya mereka pun pergi bertiga.
Ketika dalam perjalanan, mereka mendatangi seseorang yang tengah berbaring. Tiba-tiba di dekat kepala orang itu ada orang lain yang berdiri dengan membawa sebongkah batu besar. Orang yang membawa batu besar itu dengan serta merta melemparkan batu tadi ke atas kepala orang yang sedang berbaring, maka remuklah kepalanya dan menggelindinglah batu yang dilempar tadi. Kemudian orang yang melempar batu itu berusaha memungut kembali batu tersebut. Tapi dia tidak bisa meraihnya hingga kepala yang remuk tadi kembali utuh seperti semula. Setelah batu dapat diraihnya, orang itu kembali melemparkan batu tersebut ke orang yang sedang berbaring tadi, begitu seterusnya ia melakukan hal yang serupa seperti semula.
Melihat kejadian itu, Rasulullah bertanya kepada dua orang tamu yang mengajaknya, “Maha Suci Allah, apa ini?”
“Sudahlah, lanjutkan perjalanan!” jawab keduanya.

Bang Amir, Silmi Kaffah Penuntun Pengemis

Namanya tidak asing bagi orang yang suka menghadiri pengajian atau khotbah jumat. Silmi Kaffah, gadis kecil yang berusia 4 tahunan. Di usia BALITA tidak menghalangi dirinya untuk membantu mencari penghasilan orang tuanya. Kedua orang tuanya adalah penyandang cacat mata yang berprofesi sebagai pemijat. Orang barangkali tidak menyangka gadis kecil cantik ini mempunyai orang tua yang keduanya buta. Silmi kecil berkulit putih menjadi penuntun orang tuanya menuju pasien pijat yang memerlukan jasa kedua orang tuanya.
Bang Amir, pertama kali berkenalan dengan keluarga ini beberapa hari lalu, ketika mereka pindah ke sekitar rumah. Angsuran rumah petak perbulan 300 ribu yang disewanya mengharuskan kedua orang tua Silmi ini mencari pelanggan pijat secepatnya.
Berangkat dari rasa ingin membantu keluarga ini, istri bang Amir yang baik hati menjadi pasien pijat yang pertama kali. Dari percakapan ringan dengan ibunya Silmi terungkaplah alasan kepindahan ke kontrakan rumah yang baru, yaitu karena pasien pijat di tempat yang lama sangat sepi. Di rumah kontrakan yang baru ini, harapan mendapatkan pasien yang lebih banyak adalah keinginan satu-satunya keluarga Silmi ini.

Mengapa Kita Membaca AlQuran Meskipun Tidak Mengerti Satupun Artinya?

Seorang muslim tua Amerika tinggal di sebuah perkebunan/area di sebelah timur Pegunungan Kentucky bersama cucu laki-lakinya. Setiap pagi Sang kakek bangun pagi dan duduk dekat perapian membaca Al-qur’an. Sang cucu ingin menjadi seperti kakeknya dan memcoba menirunya seperti yang disaksikannya setiap hari.

Suatu hari ia bertanya pada kakeknya : “ Kakek, aku coba membaca Al-Qur’an sepertimu tapi aku tak bisa memahaminya, dan walaupun ada sedikit yang aku pahami segera aku lupa begitu aku selesai membaca dan menutupnya. Jadi apa gunanya membaca Al-quran jika tak memahami artinya ?

Sang kakek dengan tenang sambil meletakkan batu-batu di perapian, memjawab pertanyaan sang cucu : “Cobalah ambil sebuah keranjang batu ini dan bawa ke sungai, dan bawakan aku kembali dengan sekeranjang air.”

Anak itu mengerjakan seperti yang diperintahkan kakeknya, tetapi semua air yang dibawa habis sebelum dia sampai di rumah. Kakeknya tertawa dan berkata, “Kamu harus berusaha lebih cepat lain kali “.

Jujur dan Berkata Benar

Di zaman yang serba modern ini semakin sulit kita dapati orang-orang yang jujur dan terpercaya, manusia banyak yang dirasuki oleh syaithan sehingga untuk mencapai tujuan mereka akan menghalalkan segala cara. Tidak jarang mereka berdusta demi tujuan-tujuan dunia.

Di dalam kitab Madarijus Salikin 2/268, Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah menjelaskan adalah (suatu) kedudukan (bagi) kaum yang mulia. Dengannya dapat dibedakan orang-orang munafik dari orang-orang beriman, penduduk surga dari penduduk neraka. Ia adalah ruh seluruh amalan, pondasi bangunan agama dan tiang kemah orang-orang yang yakin." (Dinukil dengan ringaks).

Demikian gambaran kejujuran dan kebenaran yang dinukil dengan ringkas dari ucapan Ibnul Qayyim rahimahullah.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, bertawakallah kepada Allah dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang benar." (At-Taubah: 119)